- 01 Oct 2014, 12:20
#2632
Episode 91. Anak-Anak Muda Dari Ho Hiang
Orang-orang Ho Hiang terkenal sukar diajak bicara baik-baik. Ketika melewati daerah itu, beberapa orang anak-anak muda Ho Hiang ingin menjumpai Nabi, maka murid-murid merasa bimbang memenuhi permintaan itu.
Ketika Nabi mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Aku hanya melihat bagaimana mereka datang, bukan apa yang akan mereka perbuat setelah berlalu. Mengapa kamu bersikap keterlaluan, murid-muridKu? Orang yang datang dengan sudah membersihkan diri, kuterima kebersihan dirinya itu tanpa kupersoalkan apa yang telah pernah mereka perbuat pada waktu yang lalu.” (Sabda Suci VII: 29).
Demikianlah anak-anak muda Ho Hiang itu menjumpai dan berwawancara dengan Nabi; dan dengan gembira Nabi menerima mereka.
Dari Ho Hiang Nabi meneruskan perjalanan dan akhirnya tiba kembali di Negeri Wee yang ketika itu diperintah oleh raja muda yang baharu, Wee Chut Kong. Ketika itu beliau telah berusia 63 tahun.
Sejak naik takhta, Raja muda Wee Chut Kong lebih banyak melewatkan waktunya di luar negeri karena takut ancaman ayahnya, putera mahkota Kai Khui, yang terus berusaha kembali ke Negeri Wee; kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada saudara sepupunya, Perdana Menteri Khong Khwee. Maka raja muda-raja muda lain menganggap Wee Chut Kong telah mema’zulkan diri dari takhtanya.
=================
Episode 92. Membenarkan Nama-Nama
Beberapa orang murid Nabi memangku jabatan di Negeri Wee, antara lain Cu Lo, Cu Kau, dll.
Suatu hari, Cu Lo bertanya, “Kalau Raja muda Wee mengangkat Guru dalam pemerintahan, apakah yang akan Guru lakukan lebih dahulu?”
Nabi bersabda, “Akan kubenarkan lebih dahulu nama-nama.” Cu Lo sangat terkejut karena itu berarti harus ada perombakan besar-besar, maka ia berkata, “Mengapakah demikian? Jawaban Guru jauh dari persoalannya. Mengapakah perlu lebih dahulu membenarkan nama-nama?”
Nabi bersabda, “O, Yu, sungguh kasar engkau. Seorang Susilawan bila belum memahami sesuatu tidak lekas-lekas mengeluarkan pendapat. Bilamana nama-nama tidak benar, pembicaraan tidak akan sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Bila pembicaraan tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya, segala urusan tak dapat dilakukan baik-baik. Bila pekerjaan tidak dapat dilakukan baik-baik, kesusilaan dan musik tak dapat berkembang. Bila Kesusilaan dan musik tidak dapat berkembang, hukum pun tidak dapat dilakukan dengan tepat. Bila hukum tidak dapat dilakukan dengan tepat, maka rakyat akan merasa tiada tempat untuk menaruhkan kaki dan tangannya. Bagi seorang Susilawan, nama itu harus sesuai dengan yang diucapkan dan kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Itulah sebabnya seorang Susilawan tidak gampang-gampang mengucapkan kata-kata.” (Sabda Suci XIII: 4).
=================
Episode 93. Topi Bagi Seorang Pria
Pada suatu pagi, datang berkumpul murid-murid di ruang pendidikan (Hing Than), mereka datang, memberi hormat dan masing-masing mulai sibuk mengerjakan tugasnya.
Di antara murid-murid yang biasa datang, belu m nampak seorang yaitu Cu Lo. Baharu beberapa saat kemudian dengan tergesa-gesa ia masuk ke ruangan, memberi hormat lalu duduk dan akan mengerjakan pelajarannya.
Nabi dengan agak tertegun memandang Cu Lo, lalu bertanya, “Bagaimanakah seorang pria dapat menghadiri pertemuan dengan tanpa mengenakan topi di kepala?”
Mendengar itu, Cu Lo sangat terkejut dan malu karena merasa bersalah; ia lalu mohon diri dan kembali mengikuti pelajaran setelah mengenakan topinya.
Menurut adat jaman itu, seorang laki-laki setelah lewat akil-baliq wajib mengenakan topi atau pita pengikat rambut dalam pergaulan umum. Peristiwa itu sangat berkesan kepada Cu Lo sampai akhir hayatnya.
“Cu Lo bila mendengar suatu ajaran dan belum berhasil menjalankannya, ia takut kalau-kalau mendengar ajaran baru pula.” (Sabda Suci V: 14).
=================
Episode 94. Pemerintahan Kota Bu Sing
Cu Yu, murid Nabi, menjadi kepala daerah Kota Bu Sing. Suatu hari Nabi berkunjung ke sana; ketika memasuki wilayah itu Nabi mendengar suara musik dan orang menyanyi. Dengan gembira dan tersenyum Nabi bersabda, “Mengapakah untuk memotong ayam sampai menggunakan golok pemotong lembu?”
Mendengar itu Cu Yu menjawab, “Dahulu Yan (Cu Yu) mendengar Guru bersabda, ‘Seorang pembesar bila mau belajar menempuh Jalan Suci, niscaya akan dapat benar-benar mencintai rakyatnya dan rakyat jelata bila mau belajar menempuh Jalan Suci, niscaya akan mudah diserahi tugas’.”
Nabi bersabda, “Hai, murid-murid, ucapan Yan ini benar, kata-kataku tadi hanya untuk kelakar saja.” (Sabda Suci XVII: 4).
Di dalam kesempatan lain, Nabi bertanya, “Sudahkah engkau mendapatkan seorang pembantu yang cakap?”
Cu Yu menjawab, “Ada. Ia bernama Tam Tai Biatbing. Pada waktu berjalan, ia tidak pernah memotong jalan melalui lorong-lorong dan bila tidak karena sesuatu urusan negara, ia tidak pernah datang ke rumah Yan.” (Sabda Suci VI: 14).
“Seorang Susilawan lambat bicara, tetapi tangkas bekerja. Kebajikan tidak akan terpencil, ia pasti beroleh tetangga.” (Sabda Suci IV: 24, 25).
=================
Episode 95. Berbagai Kesedihan Menimpa Kehidupan Nabi
Pada tahun-tahun akhir Nabi di Negeri Wee, berbagai peristiwa menyedihkan menimpa kehidupan beliau.
Pada tahun 494 SM, isteri beliau, Kian-kwan Si meninggal dunia di Negeri Song. Oleh peristiwa ini, putera Nabi, Li atau Pik Gi menjadi sangat sedih; ia melakukan perkabungan besar. Baru saja lewat masa berkabung dan sembahyang besar Tai Siang (tiga tahunan), Li jatuh sakit dan meninggal dunia pada permulaan tahun 482 SM.
Beberapa bulan kemudian peristiwa duka ini disusul dengan meninggal dunianya Gan Hwee, murid yang dinilai Nabi akan mampu sempurna sebagai penerusnya. Maka peristiwa yang paling akhir ini begitu menyedihkan Nabi.
Di dalam Kitab Sabda Suci XI: 9 ditulis: Ketika Gan Yan meninggal dunia Nabi berseru, “O, mengapa Tuhan mendukakanKu, mengapa Tuhan mendukakanKu?” Ketika murid-murid berkata, “Sungguh Guru sangat sedih.” Nabi bersabda, “Terlalu sedihkah Aku? Kalau Aku tidak bersedih untuk dia, untuk siapakah Aku boleh bersedih?”
Meski demikian, Nabi tidak menjadi putus asa atau patah semangat sebagai Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa untuk membawa dunia kembali kepada Jalan Suci. Bahkan beliau seolah dipacu untuk melihat dan menilai murid-murid yang lain sebagai calon-calon penerusNya.
=================
Episode 96. Pulang Ke Negeri Lo
Pada tahun 483 SM, Jiam Kiu yang menjadi menteri pada Keluarga Besar Bangsawan Negeri Lo, Kwi Khongcu telah berhasil melakukan operasi militer menahan serbuan Negeri Cee dan mengalahkannya di daerah Long. Kwi Khongcu sangat terkesan dan bertanya, “Dari siapa Anda belajar atau memang sudah bakat sehingga begitu berhasil dalam peperangan itu?”
Jiam Kiu menjawab, “Saya belajar dari Nabi Khongcu.” “Bagaimanakah sesungguhnya Nabi itu?”
“Beliau ialah seorang yang perilakunya menepati prinsipnya. Di dalam menerapkan prinsip itu dalam memerintah rakyat, beliau berusaha mewujudkan apa yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Rokh itu. Inilah Jalan Suci yang hendak dicapainya; beliau tidak mengharapkan kekayaan atau keuntungan sekalipun yang berharga ribuan desa.”
“Dapatkah saya mengundangNya pulang?” “Bila Anda bermaksud demikian, jagalah agar tidak ada orang rendah budi yang menghalanginya.”
Ketika itu, Menteri Khong Buncu dari Negeri Wee merencanakan menyerbu Thai Siok, lalu bertanya kepada Nabi, tetapi Nabi menolak memberikan keterangan tentang itu. Nabi meninggalkan Negeri Wee dan berkata kepada saisnya, “Burunglah yang memilih pohon untuk hinggap, sebaliknya pohon tidak dapat mencari burung.” Meski demikian, Khong Buncu ingin menahannya. Kebetulan utusan Kwi Khongcu: Kong Hwa, Kong Pien, dan Kong Liem tiba menjemput Nabi. Demikianlah Nabi pulang ke Negeri Lo setelah mengembara hampir 14 tahun.
=================
Episode 97. Dengan Satya dan Percaya Menyeberangi Sungai
Dalam perjalanan Nabi dan murid-murid pulang ke Negeri Lo, melintang di hadapannya sebuah tebing sungai yang dalam airnya 30 tombak dan berkecepatan 90 li. Di situ berjenis ikan tidak mampu menyeberangi, berjenis bulus tidak dapat hidup di dalamnya.
Dari arah seberang muncul seorang yang membuka jubahnya akan menyeberangi air tebing itu. Nabi menyuruh salah seorang muridnya berseru menahan orang itu dengan mengatakan keadaan dan bahayanya air tebing itu.
Ternyata orang itu seolah tidak mendengar seruan itu langsung masuk dan tenggelam ke dalam air tebing itu; tidak lama kemudian telah muncul dan berjalan ke luar. Nabi lalu bertanya kepada orang itu,
“Dengan ilmu apakah anda dapat masuk dan keluar air tebing ini?”
Orang itu dengan kerendahan hati berkata, “Mula-mula saya memasuki air tebing ini dengan semangat Satya dan Percaya dan selanjutnya saya keluar dari sungai ini juga dengan semangat Satya dan Percaya. Dengan semangat Satya dan Percaya itulah saya menempuh arus itu, dan saya pun tidak berani menggunakan semuanya itu untuk kepentingan diri sendiri. Demikianlah saya dapat masuk dan keluar air tebing ini dengan selamat.”
Nabi bersabda, “Ketahuilah murid-muridKu, arus sungai pun menjadi dekat dengan diri oleh semangat Satya dan Percaya. Apalagi kepada sesama manusia.”
=================
Episode 98. Pemberian Pembuat Periuk Miskin
Di Negeri Lo ada seorang pembuat periuk dari tanah liat yang miskin, ketika sedang menanak nasi, ia mendengar Nabi dan murid-muridnya lewat daerahnya. Ia mencicipi nasi hasil masakannya, ia merasa nasi itu sungguh baik. Maka ia mengambil nasi itu dan ditempatkan pada sebuah mangkuk hasil buatannya, lalu bergegas menjumpai Nabi menyerahkan nasi itu.
Nabi menerima nasi dalam periuk itu dengan sangat gembira dan berterima kasih. Melihat sikap Nabi itu, Cu Lo merasa heran dan bertanya, “Periuk adalah peralatan yang murah, dan nasi adalah makanan yang terlalu sederhana. Mengapakah Guru nampak begitu gembira?”
Nabi bersabda, “Menteri yang berani memberi peringatan menunjukkan ia memikirkan rajanya. Menanak nasi yang baik lalu ingat kepada orang tua, itu menunjukkan cinta dan bakti. Aku tidak menilai tentang betapa sederhananya mangkuk yang digunakan, tetapi semangat cinta dan baktinya.”
“Di dalam laku bakti, sikap wajahlah yang sukar. Ada pekerjaan anak melakukan dengan sekuat tenaga, ada anggur dan makanan, lebih dahulu disuguhkan kepada orang tua; tetapi kalau hanya demikian, cukupkah dinamai Laku Bakti?” (Sabda Suci II: 8).
=================
Episode 99. Diterima Raja Muda Lo Ai Kong
Raja muda Lo Ai Kong dengan sangat gembira menyambut Nabi pulang ke Negeri Lo. Diadakan jamuan khusus untuk menyambut beliau.
Ketika Raja muda Ai bertanya tentang siapakah di antara murid Nabi yang benar-benar suka belajar. Nabi menjawab, “Hwee-lah benar-benar suka belajar, ia tidak memindahkan kemarahan kepada orang lain dan tidak pernah mengulangi kesalahan. Sayang takdir menentukan usianya pendek dan telah meninggal dunia.” (Sabda Suci VI: 3).
Ketika Raja muda Ai bertanya bagaimanakah agar rakyat mau menurut, Nabi menjawab, “Angkatlah orang yang jujur dan singkirkan orang yang curang; dengan demikian rakyat akan menurut. Kalau diangkat orang-orang yang curang dan disingkirkan orang-orang yang jujur, niscaya rakyat tidak akan menurut.” (Sabda Suci II: 19).
Ketika Kwi Khongcu bertanya bagaimana agar rakyat mau bersikap hormat, Satya dan bersedia menerima nasehat, Nabi menjawab, “Hadapilah mereka dengan keluhuran budi, niscaya mereka bersikap hormat. Teladanilah dengan Sikap Bakti dan Kasih Sayang, niscaya mereka akan bersikap Satya. Angkatlah orang-orang yang baik untuk mendidik yang belum mengerti, niscaya mereka mau menerima nasehat-nasehat.” (Sabda Suci “:20)
Di Negeri Lo, Nabi tidak memangku jabatan lagi; beliau melewatkan hari tuanya dengan lebih tekun membimbing murid-murid yang angkatan muda.
=================
Episode 100. Jalan Suci Yang Satu Yang Menembusi Semuanya
Murid-murid Nabi dari angkatan yang tua sebagian besar sudah bertugas di tempat-tempat jauh. Nabi menilai Gan Yan, Bien Cukhian, Jiam Pik-giu, dan Tiong Kiong adalah yang mampu melaksanakan Keajikan dengan baik. Yang pandai bicara ialah Cai-ngo dan Cu Khong. Yang cakap dalam pemerintahan ialah Jiam Yu dan Kwi Lo. Dan yang ahli dalam pengetahuan Kitab ialah Cu Yu dan Cu He.
Kini yang menyertai Nabi ialah murid-murid dari angkatan muda seperti Cingcu, Cu He, Cu Tiang, Siang Ki, Kong ee Hwa, dll. Cingcu atau Cing Cham ialah yang termaju di antara mereka, khususnya dalam kehidupan rokhaninya; maka kepadanyalah Nabi menumpahkan harapannya.
Suatu hari Nabi bersabda kepada Cingcu, “Cham ketahuilah, Jalan SuciKu itu satu, tetapi menembusi semuanya.”
Jalan Suci Yang Satu Yang Menembusi Semuanya itu ialah “Satya dan Tepasarira.”
Satya bermakna menaruh iman, percaya, satya, hormat kepada Firman Tuhan Yang Maha Esa, menggemilangkan Kebajikan dengan merawat Watak Sejati insani yang mengandung benih-benih Cinta Kasih, Kebenaran, Susila, dan Bijaksana.
Tepasarira bermaksa mengamalkan Kebajikan itu dalam penghidupan; mencintai, tenggang rasa, menyayangi sesama manusia, sesama hidup dan lingkungannya. Menjadi insan Susilawan yang Dapat Dipercaya terhadap Tuhan, Khalik yang mengutusnya hidup selaku manusia, dan menjadi sahabat sejati terhadap sesamanya.
=================
Orang-orang Ho Hiang terkenal sukar diajak bicara baik-baik. Ketika melewati daerah itu, beberapa orang anak-anak muda Ho Hiang ingin menjumpai Nabi, maka murid-murid merasa bimbang memenuhi permintaan itu.
Ketika Nabi mengetahui hal itu, beliau bersabda, “Aku hanya melihat bagaimana mereka datang, bukan apa yang akan mereka perbuat setelah berlalu. Mengapa kamu bersikap keterlaluan, murid-muridKu? Orang yang datang dengan sudah membersihkan diri, kuterima kebersihan dirinya itu tanpa kupersoalkan apa yang telah pernah mereka perbuat pada waktu yang lalu.” (Sabda Suci VII: 29).
Demikianlah anak-anak muda Ho Hiang itu menjumpai dan berwawancara dengan Nabi; dan dengan gembira Nabi menerima mereka.
Dari Ho Hiang Nabi meneruskan perjalanan dan akhirnya tiba kembali di Negeri Wee yang ketika itu diperintah oleh raja muda yang baharu, Wee Chut Kong. Ketika itu beliau telah berusia 63 tahun.
Sejak naik takhta, Raja muda Wee Chut Kong lebih banyak melewatkan waktunya di luar negeri karena takut ancaman ayahnya, putera mahkota Kai Khui, yang terus berusaha kembali ke Negeri Wee; kekuasaan pemerintahan diserahkan kepada saudara sepupunya, Perdana Menteri Khong Khwee. Maka raja muda-raja muda lain menganggap Wee Chut Kong telah mema’zulkan diri dari takhtanya.
=================
Episode 92. Membenarkan Nama-Nama
Beberapa orang murid Nabi memangku jabatan di Negeri Wee, antara lain Cu Lo, Cu Kau, dll.
Suatu hari, Cu Lo bertanya, “Kalau Raja muda Wee mengangkat Guru dalam pemerintahan, apakah yang akan Guru lakukan lebih dahulu?”
Nabi bersabda, “Akan kubenarkan lebih dahulu nama-nama.” Cu Lo sangat terkejut karena itu berarti harus ada perombakan besar-besar, maka ia berkata, “Mengapakah demikian? Jawaban Guru jauh dari persoalannya. Mengapakah perlu lebih dahulu membenarkan nama-nama?”
Nabi bersabda, “O, Yu, sungguh kasar engkau. Seorang Susilawan bila belum memahami sesuatu tidak lekas-lekas mengeluarkan pendapat. Bilamana nama-nama tidak benar, pembicaraan tidak akan sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Bila pembicaraan tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya, segala urusan tak dapat dilakukan baik-baik. Bila pekerjaan tidak dapat dilakukan baik-baik, kesusilaan dan musik tak dapat berkembang. Bila Kesusilaan dan musik tidak dapat berkembang, hukum pun tidak dapat dilakukan dengan tepat. Bila hukum tidak dapat dilakukan dengan tepat, maka rakyat akan merasa tiada tempat untuk menaruhkan kaki dan tangannya. Bagi seorang Susilawan, nama itu harus sesuai dengan yang diucapkan dan kata-kata itu harus sesuai dengan perbuatannya. Itulah sebabnya seorang Susilawan tidak gampang-gampang mengucapkan kata-kata.” (Sabda Suci XIII: 4).
=================
Episode 93. Topi Bagi Seorang Pria
Pada suatu pagi, datang berkumpul murid-murid di ruang pendidikan (Hing Than), mereka datang, memberi hormat dan masing-masing mulai sibuk mengerjakan tugasnya.
Di antara murid-murid yang biasa datang, belu m nampak seorang yaitu Cu Lo. Baharu beberapa saat kemudian dengan tergesa-gesa ia masuk ke ruangan, memberi hormat lalu duduk dan akan mengerjakan pelajarannya.
Nabi dengan agak tertegun memandang Cu Lo, lalu bertanya, “Bagaimanakah seorang pria dapat menghadiri pertemuan dengan tanpa mengenakan topi di kepala?”
Mendengar itu, Cu Lo sangat terkejut dan malu karena merasa bersalah; ia lalu mohon diri dan kembali mengikuti pelajaran setelah mengenakan topinya.
Menurut adat jaman itu, seorang laki-laki setelah lewat akil-baliq wajib mengenakan topi atau pita pengikat rambut dalam pergaulan umum. Peristiwa itu sangat berkesan kepada Cu Lo sampai akhir hayatnya.
“Cu Lo bila mendengar suatu ajaran dan belum berhasil menjalankannya, ia takut kalau-kalau mendengar ajaran baru pula.” (Sabda Suci V: 14).
=================
Episode 94. Pemerintahan Kota Bu Sing
Cu Yu, murid Nabi, menjadi kepala daerah Kota Bu Sing. Suatu hari Nabi berkunjung ke sana; ketika memasuki wilayah itu Nabi mendengar suara musik dan orang menyanyi. Dengan gembira dan tersenyum Nabi bersabda, “Mengapakah untuk memotong ayam sampai menggunakan golok pemotong lembu?”
Mendengar itu Cu Yu menjawab, “Dahulu Yan (Cu Yu) mendengar Guru bersabda, ‘Seorang pembesar bila mau belajar menempuh Jalan Suci, niscaya akan dapat benar-benar mencintai rakyatnya dan rakyat jelata bila mau belajar menempuh Jalan Suci, niscaya akan mudah diserahi tugas’.”
Nabi bersabda, “Hai, murid-murid, ucapan Yan ini benar, kata-kataku tadi hanya untuk kelakar saja.” (Sabda Suci XVII: 4).
Di dalam kesempatan lain, Nabi bertanya, “Sudahkah engkau mendapatkan seorang pembantu yang cakap?”
Cu Yu menjawab, “Ada. Ia bernama Tam Tai Biatbing. Pada waktu berjalan, ia tidak pernah memotong jalan melalui lorong-lorong dan bila tidak karena sesuatu urusan negara, ia tidak pernah datang ke rumah Yan.” (Sabda Suci VI: 14).
“Seorang Susilawan lambat bicara, tetapi tangkas bekerja. Kebajikan tidak akan terpencil, ia pasti beroleh tetangga.” (Sabda Suci IV: 24, 25).
=================
Episode 95. Berbagai Kesedihan Menimpa Kehidupan Nabi
Pada tahun-tahun akhir Nabi di Negeri Wee, berbagai peristiwa menyedihkan menimpa kehidupan beliau.
Pada tahun 494 SM, isteri beliau, Kian-kwan Si meninggal dunia di Negeri Song. Oleh peristiwa ini, putera Nabi, Li atau Pik Gi menjadi sangat sedih; ia melakukan perkabungan besar. Baru saja lewat masa berkabung dan sembahyang besar Tai Siang (tiga tahunan), Li jatuh sakit dan meninggal dunia pada permulaan tahun 482 SM.
Beberapa bulan kemudian peristiwa duka ini disusul dengan meninggal dunianya Gan Hwee, murid yang dinilai Nabi akan mampu sempurna sebagai penerusnya. Maka peristiwa yang paling akhir ini begitu menyedihkan Nabi.
Di dalam Kitab Sabda Suci XI: 9 ditulis: Ketika Gan Yan meninggal dunia Nabi berseru, “O, mengapa Tuhan mendukakanKu, mengapa Tuhan mendukakanKu?” Ketika murid-murid berkata, “Sungguh Guru sangat sedih.” Nabi bersabda, “Terlalu sedihkah Aku? Kalau Aku tidak bersedih untuk dia, untuk siapakah Aku boleh bersedih?”
Meski demikian, Nabi tidak menjadi putus asa atau patah semangat sebagai Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa untuk membawa dunia kembali kepada Jalan Suci. Bahkan beliau seolah dipacu untuk melihat dan menilai murid-murid yang lain sebagai calon-calon penerusNya.
=================
Episode 96. Pulang Ke Negeri Lo
Pada tahun 483 SM, Jiam Kiu yang menjadi menteri pada Keluarga Besar Bangsawan Negeri Lo, Kwi Khongcu telah berhasil melakukan operasi militer menahan serbuan Negeri Cee dan mengalahkannya di daerah Long. Kwi Khongcu sangat terkesan dan bertanya, “Dari siapa Anda belajar atau memang sudah bakat sehingga begitu berhasil dalam peperangan itu?”
Jiam Kiu menjawab, “Saya belajar dari Nabi Khongcu.” “Bagaimanakah sesungguhnya Nabi itu?”
“Beliau ialah seorang yang perilakunya menepati prinsipnya. Di dalam menerapkan prinsip itu dalam memerintah rakyat, beliau berusaha mewujudkan apa yang dikehendaki Tuhan Yang Maha Rokh itu. Inilah Jalan Suci yang hendak dicapainya; beliau tidak mengharapkan kekayaan atau keuntungan sekalipun yang berharga ribuan desa.”
“Dapatkah saya mengundangNya pulang?” “Bila Anda bermaksud demikian, jagalah agar tidak ada orang rendah budi yang menghalanginya.”
Ketika itu, Menteri Khong Buncu dari Negeri Wee merencanakan menyerbu Thai Siok, lalu bertanya kepada Nabi, tetapi Nabi menolak memberikan keterangan tentang itu. Nabi meninggalkan Negeri Wee dan berkata kepada saisnya, “Burunglah yang memilih pohon untuk hinggap, sebaliknya pohon tidak dapat mencari burung.” Meski demikian, Khong Buncu ingin menahannya. Kebetulan utusan Kwi Khongcu: Kong Hwa, Kong Pien, dan Kong Liem tiba menjemput Nabi. Demikianlah Nabi pulang ke Negeri Lo setelah mengembara hampir 14 tahun.
=================
Episode 97. Dengan Satya dan Percaya Menyeberangi Sungai
Dalam perjalanan Nabi dan murid-murid pulang ke Negeri Lo, melintang di hadapannya sebuah tebing sungai yang dalam airnya 30 tombak dan berkecepatan 90 li. Di situ berjenis ikan tidak mampu menyeberangi, berjenis bulus tidak dapat hidup di dalamnya.
Dari arah seberang muncul seorang yang membuka jubahnya akan menyeberangi air tebing itu. Nabi menyuruh salah seorang muridnya berseru menahan orang itu dengan mengatakan keadaan dan bahayanya air tebing itu.
Ternyata orang itu seolah tidak mendengar seruan itu langsung masuk dan tenggelam ke dalam air tebing itu; tidak lama kemudian telah muncul dan berjalan ke luar. Nabi lalu bertanya kepada orang itu,
“Dengan ilmu apakah anda dapat masuk dan keluar air tebing ini?”
Orang itu dengan kerendahan hati berkata, “Mula-mula saya memasuki air tebing ini dengan semangat Satya dan Percaya dan selanjutnya saya keluar dari sungai ini juga dengan semangat Satya dan Percaya. Dengan semangat Satya dan Percaya itulah saya menempuh arus itu, dan saya pun tidak berani menggunakan semuanya itu untuk kepentingan diri sendiri. Demikianlah saya dapat masuk dan keluar air tebing ini dengan selamat.”
Nabi bersabda, “Ketahuilah murid-muridKu, arus sungai pun menjadi dekat dengan diri oleh semangat Satya dan Percaya. Apalagi kepada sesama manusia.”
=================
Episode 98. Pemberian Pembuat Periuk Miskin
Di Negeri Lo ada seorang pembuat periuk dari tanah liat yang miskin, ketika sedang menanak nasi, ia mendengar Nabi dan murid-muridnya lewat daerahnya. Ia mencicipi nasi hasil masakannya, ia merasa nasi itu sungguh baik. Maka ia mengambil nasi itu dan ditempatkan pada sebuah mangkuk hasil buatannya, lalu bergegas menjumpai Nabi menyerahkan nasi itu.
Nabi menerima nasi dalam periuk itu dengan sangat gembira dan berterima kasih. Melihat sikap Nabi itu, Cu Lo merasa heran dan bertanya, “Periuk adalah peralatan yang murah, dan nasi adalah makanan yang terlalu sederhana. Mengapakah Guru nampak begitu gembira?”
Nabi bersabda, “Menteri yang berani memberi peringatan menunjukkan ia memikirkan rajanya. Menanak nasi yang baik lalu ingat kepada orang tua, itu menunjukkan cinta dan bakti. Aku tidak menilai tentang betapa sederhananya mangkuk yang digunakan, tetapi semangat cinta dan baktinya.”
“Di dalam laku bakti, sikap wajahlah yang sukar. Ada pekerjaan anak melakukan dengan sekuat tenaga, ada anggur dan makanan, lebih dahulu disuguhkan kepada orang tua; tetapi kalau hanya demikian, cukupkah dinamai Laku Bakti?” (Sabda Suci II: 8).
=================
Episode 99. Diterima Raja Muda Lo Ai Kong
Raja muda Lo Ai Kong dengan sangat gembira menyambut Nabi pulang ke Negeri Lo. Diadakan jamuan khusus untuk menyambut beliau.
Ketika Raja muda Ai bertanya tentang siapakah di antara murid Nabi yang benar-benar suka belajar. Nabi menjawab, “Hwee-lah benar-benar suka belajar, ia tidak memindahkan kemarahan kepada orang lain dan tidak pernah mengulangi kesalahan. Sayang takdir menentukan usianya pendek dan telah meninggal dunia.” (Sabda Suci VI: 3).
Ketika Raja muda Ai bertanya bagaimanakah agar rakyat mau menurut, Nabi menjawab, “Angkatlah orang yang jujur dan singkirkan orang yang curang; dengan demikian rakyat akan menurut. Kalau diangkat orang-orang yang curang dan disingkirkan orang-orang yang jujur, niscaya rakyat tidak akan menurut.” (Sabda Suci II: 19).
Ketika Kwi Khongcu bertanya bagaimana agar rakyat mau bersikap hormat, Satya dan bersedia menerima nasehat, Nabi menjawab, “Hadapilah mereka dengan keluhuran budi, niscaya mereka bersikap hormat. Teladanilah dengan Sikap Bakti dan Kasih Sayang, niscaya mereka akan bersikap Satya. Angkatlah orang-orang yang baik untuk mendidik yang belum mengerti, niscaya mereka mau menerima nasehat-nasehat.” (Sabda Suci “:20)
Di Negeri Lo, Nabi tidak memangku jabatan lagi; beliau melewatkan hari tuanya dengan lebih tekun membimbing murid-murid yang angkatan muda.
=================
Episode 100. Jalan Suci Yang Satu Yang Menembusi Semuanya
Murid-murid Nabi dari angkatan yang tua sebagian besar sudah bertugas di tempat-tempat jauh. Nabi menilai Gan Yan, Bien Cukhian, Jiam Pik-giu, dan Tiong Kiong adalah yang mampu melaksanakan Keajikan dengan baik. Yang pandai bicara ialah Cai-ngo dan Cu Khong. Yang cakap dalam pemerintahan ialah Jiam Yu dan Kwi Lo. Dan yang ahli dalam pengetahuan Kitab ialah Cu Yu dan Cu He.
Kini yang menyertai Nabi ialah murid-murid dari angkatan muda seperti Cingcu, Cu He, Cu Tiang, Siang Ki, Kong ee Hwa, dll. Cingcu atau Cing Cham ialah yang termaju di antara mereka, khususnya dalam kehidupan rokhaninya; maka kepadanyalah Nabi menumpahkan harapannya.
Suatu hari Nabi bersabda kepada Cingcu, “Cham ketahuilah, Jalan SuciKu itu satu, tetapi menembusi semuanya.”
Jalan Suci Yang Satu Yang Menembusi Semuanya itu ialah “Satya dan Tepasarira.”
Satya bermakna menaruh iman, percaya, satya, hormat kepada Firman Tuhan Yang Maha Esa, menggemilangkan Kebajikan dengan merawat Watak Sejati insani yang mengandung benih-benih Cinta Kasih, Kebenaran, Susila, dan Bijaksana.
Tepasarira bermaksa mengamalkan Kebajikan itu dalam penghidupan; mencintai, tenggang rasa, menyayangi sesama manusia, sesama hidup dan lingkungannya. Menjadi insan Susilawan yang Dapat Dipercaya terhadap Tuhan, Khalik yang mengutusnya hidup selaku manusia, dan menjadi sahabat sejati terhadap sesamanya.
=================